Suarapeternakan.com – Jakarta. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) memastikan stok pangan asal hewan yang terdiri dari daging ayam dan telur ayam ras serta daging sapi, dalam kondisi aman. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, Rabu (30/10).
Direktur Jenderal PKH I Ketut Diarmita mengemukakan kebutuhan daging sapi sapi sepanjang Oktober-Desember 2019 diperkirakan mencapai 168.870 Ton. Sementara itu, produksi sapi lokal selama periode ini berjumlah 99.558 ton sehingga terdapat defisit sebesar 69.312 ton.
Terlepas dari kondisi di atas, Ketut mengatakan defisit kebutuhan bakal dipenuhi dari sapi bakalan di feedloter sebanyak 216.544 ekor, stok daging sapi impor, stok daging kerbau impor, dan stok jeroan dengan total keseluruhan sebesar 77.060,51 ton. Dengan demikian, selama periode ini terdapat surplus persediaan daging sebesar 7.748,51 ton.
“Dengan data tersebut, saya yakin sampai akhir 2019 ini, stok daging sapi kita mencukupi,”
Terkait
kondisi stok telur ayam ras, Ketut menjelaskan bahwa berdasarkan hasil kajian
Tim Analisa dan Asistensi Supply-Demand Ditjen PKH tahun 2019 serta data
konsumsi telur sesuai dengan hasil survei Bapok BPS 2017 sebesar 17,69 kilogram
per kapita per tahun, diperkirakan ketersediaan telur ayam ras di Indonesia
sebesar 4.753.382 ton, dan angka kebutuhan sebessar 4.742.240 ton. Hal ini
berarti masih ada neraca surplus sebesar 11.143 ton atau 929 ton per bulan.
“Ini salah satu
contoh lain, dimana surplus telur ini seharusnya kita kelola untuk meningkatkan
nilai tambah melalui pengembangan industri olahan telur dalam negeri,”
ungkapnya.
Lanjut Ketut
memaparkan bahwa berdasarkan perhitungan kebutuhan dan ketersediaan untuk
daging sapi, pada tahun 2019 ini kebutuhan nasional untuk daging sapi
diperkirakan sekitar 686.271 ton dengan asumsi konsumsi sebesar 2,56 kilogram
per kapita per tahun. Adapun ketersediaan daging sapi berdasarkan produksi
dalam negeri sebesar 404.590 ton yang dihasilkan dari 2.25 juta ekor sapi yang
dipotong. Berdasarkan data tersebut, masih diperlukan tambahan sebanyak 281.681
ton yang dipenuhi melalui impor daging sapi (92 ribu ton), daging kerbau (100
ribu ton), dan sapi bakalan (500 ribu ekor setara 99.980 ton daging).
Secara khusus,
Ketut menjelaskan bahwa untuk bulan Oktober-Desember 2019 diperkirakan
kebutuhan daging sapi adalah 168.870 ton, sedangkan ketersediaan daging sapi
lokal sebesar 99.558 ton. Stok sisa akan dipenuhi dari stok sapi bakalan di feedlotter per 28
oktober 2019 sebanyak 216.544 ekor, stok daging sapi impor, stok daging kerbau
impor, dan stok jeroan dengan total keseluruhan sebanyak 77.060,51 ton. Hal ini
berarti pada bulan Oktober-Desember 2019, terdapat surplus persediaan daging
sebesar 7.748,51 ton.
Menurut
Ketut, secara umum, Indonesia sudah mandiri dalam penyediaan protein hewani
dalam negeri, dimana untuk kebututuhan daging ayam dan telur ayam ras
sepenuhnya merupakan produksi dalam negeri, bahkan masih ada surplus. Namun
demikian, khusus untuk daging sapi, ketersediaannya masih memerlukan dukungan
impor. Ketut meyakini bahwa dengan program pengembangan sapi yang dikerjakan
pemerintah saat ini, swasembada daging sapi dapat tercapai pada tahun 2026.
“Kami harapkan
dengan ketersediaan stok pangan asal hewan yang cukup ini, harga semestinya
tetap stabil sampai akhir tahun nanti, dan konsumen bisa tenang,” ujarnya.
Sumber: Republika.com